Sering-sering berpikir tentang kematian tidak selalu berarti sedang
depresi. Kecenderungan ini juga bisa menandakan bahwa seseorang punya
peluang untuk berumur panjang, seperti yang terungkap dalam beberapa
penelitian selama ini. Salah satu penelitian yang mengungkap hal itu pernah dipublikasikan dalam jurnal Personality and Social Psychology Review.
Menurut
penelitian ini, seseorang cenderung lebih panjang umur dan terjaga
kesehatannya jika sering merenung atau memikirkan kematian. Alasannya cukup sederhana, yakni saat merenungkan kematian maka secara tidak sadar otak akan semakin menghargai hidup. Akibatnya
otak secara otomatis akan tergerak untuk menyusun rencana-rencana
tertentu yang bertujuan untuk menghindari datangnya kematian.
"Proses
ini bisa memotivasi kita untuk lebih rajin olahraga, mengurangi makanan
tidak sehat, menggunakan tabir surya saat berjemur, memakai sabuk
pengaman saat berkendara dan menyetir dengan lebih hati-hati," kata Prof
Kenneth Vail dari University of Missoury yang melakukan penleitian itu
seperti dikutip dari MensHealth.com, Kamis (3/5/2012).
Tidak
hanya membuat gaya hidup seseorang menjadi lebih sehat, sering-sering
memikirkan tentang kematian juga membuat orang cenderung lebih banyak
melakukan hal-hal positif. Bukan hanya bermanfaat bagi kesehatan
mentalnya sendiri, perilaku ini juga menguntungkan orang lain.
Hal
ini terbukti pada orang-orang yang tinggal di dekat pemakaman. Makin
dekat dengan pemakaman, makin sering pula orang-orang tersebut
memikirkan kematian meski tanpa disengaja, misalnya saat tiba-tiba
memandangi deretan nisan di samping rumahnya.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Personality and Social Psychology Bulletin tahun 2008 membuktikan teori tersebut. Orang-orang
yang setiap hari berjalan kaki melewati pemakaman biasanya lebih murah
hati serta suka menolong dibandingkan yang tinggal jauh dari pemakaman.
Adapun pandangan Islam soal kematian, berikut penjelasannya :
Kematian merupakan persinggahan pertama manusia di alam akhirat. Al Qurthubiy
berkata dalam At Tadzkirah, “Kematian ialah terputusnya hubungan
antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya
kondisi, dan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya.” Yang dimaksud
dengan kematian dalam pembahasan berikut ini adalah al maut al kubra,
sedangkan al maut ash shughra sebagaimana dimaksud oleh para ulama,
ialah tidur. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan
Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Az Zumar
: 42)
Orang yang Cerdas
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian
mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. Maka, jika akhir
kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang yang
cerdas tidak mempersiapkannya?
Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk
bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang
seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin
yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian
ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab,
‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam
mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’
(HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih
Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)
Pemutus Segala Kelezatan
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perbanyaklah mengingat pemutus segala
kelezatan’, yaitu kematian. (HR. At Tirmidzi, Syaikh Al Albaniy dalam
Shahih An Nasa’iy 2/393 berkata : “hadits hasan shahih”)
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas, “Dianjurkan bagi setiap
muslim, baik yang sehat maupun yang sedang sakit, untuk mengingat kematian
dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal tersebut, karena dzikrul
maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan mendorong
untuk berbuat ketaatan. Hal ini dikarenakan kematian merupakan pemutus
kelezatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan
mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan untuk senantiasa
dan terus menerus mengingat kematian.”
Dan Merekapun Ingin Kembali
Sebaliknya orang-orang yang semasa hidupnya sangat sedikit mengingat mati,
dari kalangan orang-orang kafir dan mereka yang tidak menaati seruan para
Rasul, akan meminta tangguh dan udzur ketika bertemu dengan Rabb mereka kelak
di akhirat. Inilah penyesalan yang paling mendalam bagi manusia yang tidak
mengingat kematian.
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu
itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dzalim: “Ya
Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam
waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi
seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka
dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali
kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Wahai
Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai
waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan termasuk
orang-orang yang shaleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 10-11)
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “
Wahai Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal shaleh
terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al Mu’minun : 99-100)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy berkata mengenai ayat dalam Surat Al
Mu’minun, “Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang yang berhadapan dengan
kematian, dari kalangan mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan
perintah Allah -pent) dan orang-orang yang zhalim. Mereka menyesal dengan
kondisinya ketika melihat harta mereka, buruknya amalan mereka, hingga mereka
meminta untuk kembali ke dunia. Bukan untuk bersenang-senang dengan
kelezatannya, atau memenuhi syahwat mereka. Akan tetapi mereka berkata, ‘Agar
aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.” Beliau
kembali menjelaskan, “Apa yang mereka perbuat tidaklah bermanfaat sama sekali,
melainkan hanya ada kerugian dan penyesalan. Pun perkataan mereka bukanlah
perkataan yang jujur, jika seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia,
niscaya mereka akan kembali melanggar perintah Allah.”
Pendekkan Angan-Anganmu!
Sikap panjang angan-angan akan membuat seseorang malas beramal, mengira
hidup dan umur mereka panjang sehingga menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam membuat segi empat, kemudian membuat garis panjang
hingga keluar dari persegi tersebut, dan membuat garis-garis kecil dari samping
menuju ke tengah. Kemudian beliau berkata, ‘Inilah manusia, dan garis yang
mengelilingi ini adalah ajalnya, dan garis yang keluar ini adalah
angan-angannya. Garis-garis kecil ini adalah musibah dalam hidupnya, jika ia lolos
dari ini, ia akan ditimpa dengan ini, jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa
dengan ini.” (HR. Bukhari, lihat Fathul Bari I/236-235)
Dari Anas beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Setiap anak Adam akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal:
ambisi dan angan-angannya”
Oleh karena itu, di antara bentuk dzikrul maut adalah memperpendek
angan-angan, dan tidak menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu
’alaihi wa sallam pernah memegang pundak kedua pundakku seraya bersabda :
“Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “. Ibnu Umar
berkata : “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu
berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk
(persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. (HR. Al-Bukhari,
lihat Al Fath I/233)
Faktor-Faktor yang Dapat Mengingatkan
Kematian
[1] Ziarah kubur, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berziarah
kuburlah kalian sesungguhnya itu akan mengingatkan kalian pada akhirat” (HR.
Ahmad dan Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani)
[2] mengunjungi mayit ketika dimandikan dan melihat proses pemandiannya
[3] menyaksikan proses sakaratul maut dan membantu mentalqin
[4] mengantar jenazah, menyolatkan, dan ikut menguburkannya
[5] membaca Al Qur’an, terutama ayat-ayat yang mengingatkan kepada kematian
dan sakaratul maut. Seperti firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan datanglah
sakaratul maut dengan sebenar-benarnya” (QS. Qaaf : 19)
[6] merenungkan uban dan penyakit yang diderita, karena keduanya merupakan
utusan malaikat maut kepada seorang hamba
[7] merenungkan ayat-ayat kauniyah yang telah disebutkan Allah Ta’ala
sebagai pengingat bagi hamba-hambaNya kepada kematian. Seperti gempa bumi,
letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, badai, dan sebagainya
[8] menelaah kisah-kisah orang maupun kaum terdahulu ketika menghadapi
kematian, dan kaum yang didatangkan bala’ atas mereka
Faidah Mengingat Kematian
Di antara faidah mengingat kematian adalah :
[1]
memotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum terjadinya kematian;
[2]
memendekkan angan-angan, karena panjang angan-angan merupakan sebab utama
kelalaian;
[3]
menjadikan sikap zuhud terhadap dunia, dan ridha dengan bagian dunia yang telah
diraih walaupun sedikit;
[4]
sebagai motivasi berbuat ketaatan;
[5]
sebagai penghibur seorang hamba tatkala memperoleh musibah dunia;
[6]
mencegah dari berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam menikmati kelezatan
dunia;
[7]
memotivasi untuk segera bertaubat dan memperbaiki kesalahan yang telah
diperbuat;
[8] melembutkan
hati dan mengalirkan air mata, mendorong semangat untuk beragama, dan mengekang
hawa nafsu;
[9] menjadikan diri tawadhu’ dan menjauhkan dari sikap sombong dan
zhalim dan;
[10] memotivasi untuk saling memaafkan dan menerima udzur
saudaranya.
Wallahu a'lam bish-showab, semoga bermanfaat.
(detikhealth/muslim/sehatislamy.com)
Posting Komentar
Bagi yang berkomentar diharapkan mencantumkan Nama dan Email.