Di
awal kelahirannya, Bima mendapatkan dua asupan yaitu ASI dan susu
formula hypoalergic. Karena terus menangis, Intan memutuskan untuk
membawanya ke dokter yang berpraktek di rumah sakit yang berbeda dengan
tempat melahirkan anaknya yang tidak jauh dari rumah dari kediamannya di Komplek Atsiri Permai, Citayam, Jawa Barat.
Selama
beberapa hari, anaknya mengalami kolik atau menangis tanpa henti sampai
berjam-jam karena perut kejang. Dokter yang menanganinya menyarankan
agar susu formula yang selama ini dinikmatinya yang berjenis hypoalergic
untuk diganti dengan susu formula biasa atau lebih bagus jika diberikan
ASI. Tetapi, intan hanya punya pilihan menuruti dokter karena ASI yang
dihasilkan kurang.
Tidak
ada perubahan terhadap anaknya, Intan mencoba untuk membawa dokter
spesial anak ke rumah sakit lainnya lagi. Paling tidak, sejak kelahiran
anak pertamanya yang saat ini usianya mencapai 2 bulan, Intan sudah
membawa anaknya pada tiga rumah sakit dan tiga dokter yang berbeda.
Tetapi hampir semua dokter menyarankan dengan mengganti susu yang
dikonsumsi dari merek A ke merek B atau C.
Selain
itu, kata Intan, setelah konsultasi terakhir, dia tetap disarankan agar
asupan formula biasa diganti kembali dengan susu hipolaergic meski
sebelumnya dokter memprioritaskan agar diberikan ASI terlebih dahulu dan
menjalankan diet makanan.
"Alasannya,
kalau tidak, kelanjutan dari susu formula dengan 100 persen susu sapi
tidak terhidrolisir akan menyebabkan radang telinga (conge). Jika
susunya tidak diganti dan mengalami gangguan hidung yang mengeluarkan
suara ngrok," ungkapnya.
Tetapi
hampir dua bulan, anak pertamanya tersebut tidak kunjung sembuh, Dokter
pun menyarankan anaknya melakukan tes feses atau tes laboratorium
kotoran dilakukan untuk mencari tahu penyebab diare. Dokter pun
menyarankan untuk menggunakan susu formula jenis hypoalergic dengan
merek yang lain.
"Walau
diare dan penderitaanya berkurang, tapi saat ini harga hipoalergic yang
beredar paling murah seharga Rp 120 ribu sedang yang mahal bisa
mencapai Rp 400 ribu per-kaleng ukuran 400 gram yang habis dalam tiga hari. Jika diakumulasi per-bulan
setidaknya belasan kaleng akan diberikan ke bayi yang mengalami alergi
susu sapi. Dan banyak pantangan dan harus hati-hati untuk pemberian
makanan," katanya.
Wakil
Ketua Umum Asosiasi Menyusui Indonesia Nia Umar mengatakan bayi yang
baru dilahirkan harus diupayakan diberikan air susu ibu sebagai
asupannya. Paling tidak ASI eksklusif harus diberikan kepada bayi hingga
berusia 6 bulan. Hal ini karena pada rentan usia 6 sampai 9 bulan,
ususnya mudah ditembus protein asing.
"Usus tersebut seperti kain
kasa yang memiliki lubang-lubang. Jika diberi susu formula, usus
tersebut bisa tembus hingga ke dasar. Namun ada mukjizat dibalik ASI,
dengan kandungan sel antibodi sIgA dalam jumlah tinggi berperan melapisi
permukaan pada usus bayi," katanya.
Nia
menegaskan protein susu sapi merupakan alergen yang dapat menimbulkan
gangguan pada bayi. Alergen merupakan bahan penyebab terjadinya alergi.
"Bayi baru lahir itu sulit untuk mencerna susu formula karena saluran
pencernaannya juga belum sempurna."
Dia
mengatakan dampak adanya alergi susu pada bayi bisa akibat faktor
konsumsi susu sapi ketika ibu dalam hamil, saat awal bayi diberikan susu
formula serta proses persalinan. "Jika bayi dilahirkan melalui proses sesar,
kemungkinan alergi susu sapi pada bayi yang dilahirkan tersebut akan
terjadi. Tapi pada dasarnya, proses selama hamil maupun melahirkan juga
mempengaruhi ASI ibunya kelak," ungkapnya. (merdeka/sehatislamy)
Kunjungi website kami [[ http://sharia4indonesia.com/ ]]
Jangan lupa like page kami [[ Sharia4Indonesia ]]
Follow twitter kami [[ http://twitter.com/sh4i ]]
Kunjungi website kami [[ http://sharia4indonesia.com/ ]]
Jangan lupa like page kami [[ Sharia4Indonesia ]]
Follow twitter kami [[ http://twitter.com/sh4i ]]
Posting Komentar
Bagi yang berkomentar diharapkan mencantumkan Nama dan Email.